Selasa, 27 Mei 2014
KETUBAN PECAH DINI
I. DEFINISI
Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai KPD.
Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah spontan dan
tidak diikuti tanda-tanda persalinan , ada teori yang menghitung beberapa jam
sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau
6 jam sebelum inpartu. Ada juga
yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban
pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida
kurang dari 5 cm.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diaras 37 minggu,sedangakan 36
minggu tidak terlalu banyak.(Prof.dr.I.B.G.Manuaba).
Ketuban pecah
dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari
3cm dan pada multipara kurang dari 5cm.(Sinopsis Obsteri jilid 2). Ketuban dinyatakan pecah dini yaitu ketuban
pecah bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung(Sarwono
Prawirohardjo).
Ketuban pecah
dini adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina setelah kehamilan berusia
22 minggu dan terjadi sebelum proses persalinan pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum 37 minggu maupun
aterm.(Saipudin Abdul Bari).
II.
PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh
membrane fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang
mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek fokal dibanding kelemahan
menyeluruh. Daerah dekat tempat pecahnya membrane ini disebut “ restricted zone
of extreme altered morphology” yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan
kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast maupun
spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan
daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara
singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga
memicu terjadinya ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien dengan resiko
tinggi
III. ETIOLOGI
Walaupun
banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan banyak
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi
adalah:
1.
Infeksi
yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2.
Servik
yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
3.
Tekanan
intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli
disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis
menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4.
Kelainan
letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
5.
Keadaan
social ekonomi
Faktor lain yang dapat memicu
terjadinya KPD :
a.
Faktor
golonngan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban.
b.
Faktor
disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c.
Faktor
multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d.
Defisiesnsi
gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
Faktor Risiko.
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan status sosio ekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinanpreterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri ( misal polihidramnion dan gemelli ) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah dini.
Beberapa faktor risiko yang memicu
terjadinya ketuban pecah dini ialah :
1. Kehamilan multiple : kembar dua (
50%) , kembar tiga ( 90 %).
2. Riwayat persalinan preterm
sebelumnya : risiko 2-4x
3. Tindakan segama : tidak berpengaruh
kepada resiko, kecuali jika hygiene buruk ,
predisposisi terhadap infeksi.
4. perdarahan pervaginam : trimester
pertama ( risiko 2x ) , trimester kedua/ketiga ( 20x )
5. Bakteriuria : risiko 2x ( prevalensi
7 % )
6. PH vagina di atas 4,5 : risiko 32% ( vs. 16%)
7. Servix tipis / kurang dari 39 mm :
risiko 25% ( vs 7%)
8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. Fibronectin > 50 mg/ml : risiko
83% ( vs 19% )
10. Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone )
maternal tinggi misalnya pada stress psikologis , dsb. Dapat menjadi stimulasi
persalinan preterm.
IV. GEJALA DAN TANDA
- Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina
- Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
- Jika duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
- Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
V. MANIFESTASI KLINIS
- Keluar air ketuban warna putih keruh,jernih,kuning,hijau atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
- Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
- Janin mudah diraba
- Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada,air ketuban sudah kering.
- Inspekulo ,tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.
Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70%
pasien akan memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah
ketuban pecah dini preterm, periode latensi dari ketuban pecah hingga
persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional, misalnya pada kehamilan minggu
ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi sekitar 12 hari. Pada kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34,
periode latensi berkisar hanya 4 hari.
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen.
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen.
VI. DIAGNOSA
Menegakkan
diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu
berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko
infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu
diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir dan darah.
2.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3.Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior
4.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. ,karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
5.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika
kertas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif
palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan
meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
- VII. PROGNOSA
Prognogis: Bila jarak pecahnya ketuban dengan partus:
- 24 jam -> kematian perinatal 2x
- 48 jam -> kematian perrinatal meningkat 3x
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu mempertimbangkan
morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan dengan
persalinan dan resiko infeksi terhadap ibu dan janin.Penatalaksanaannya
meliputi:
1.Medikasi
•Kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 – 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ), enterokolitis nekrotikans ( 0,8 – 4,6% ). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason ( celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
•Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.
•AgenTokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.
2.
Penatalaksanaan berdasarkan masa
gestasi
• Masa gestasi dibawah 24 minggu
Sebagian
besar pasien akan mengalami persalinan dalam 1 minggu bila terjadi
ketuban pecah dini dengan periode latensi sekitar 6 hari , dan sebagian besar
yang lahir biasanya mengalami banyak masalah seperti penyakit paru kronik,
gangguan neurology dan perkembangan, hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar
50% janin dengan ketuban pecah dini pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom
Potter, 25% pada mereka yang lahir di minggu ke 22 dan 10% pada mereka yang
lahir setelah maa gestasi 26 mingu. Pasien harus mendapat konseling mengenai
manfaat dan risiko penatalaksanaan akan kemungkinan bayi tidak dapat bertahan
secara normal.
·
Masa
gestasi 24 – 31 minggu
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat. Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34 minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak bermanfaat.
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat. Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan hingga 34 minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam waktu 1 minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan penilaian menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak bermanfaat.
·
Masa
gestasi 32 – 33 minggu
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
·
Masa
gestasi 34 – 36 minggu
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam.
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam.
KETUBAN PECAH
|
|||
≤ 37 MINGGU
|
≥ 37 MINGGU
|
||
Infeksi
|
Tidak ada infeksi
|
Infeksi
|
Tidak ada infeksi
|
|
|||
ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN
|
|||
Profilaksis
|
Infeksi
|
Tidak ada infeksi
|
|
Stop antibiotic
|
Lanjutkan untuk 24-48 jam setelah
bebas panas
|
Tidak perlu antibiotik
|
Penanganan Ketuban Pecah di Rumah :
- Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
- Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
- Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
- Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
- Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN PATOLOGIS DENGAN KETUBAN
PECAH DINI TERHADAP Ny. A. R. DI RSU CENTRAL MEDIKA CIKARANG
I.
PENGUMPULAN DATA DASAR.
- DATA
1. Identitas
Nama
Istri : Ny. A. R.
Umur
: 24 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: IRT
Alamat
Alamat : Cikarang
|
Nama Suami
: H. S.
Umur
: 27 Tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: POLRI
Alamat
Alamat : Cikarang
|
Anamnesa pada tanggal: 4 September
2011
2. Keluhan utama
Ibu
mengatakan dirinya hamil anak ke-2, tidak pernah keguguran, usia kehamilan 9
bulan, mengeluh nyeri perut bagian bawah. Dari vagina keluar lendir berwarna
kecoklatan bercampur darah dan air sejak pukul 13.00
3. Tanda-tanda persalinan
Ibu datang pukul 20.00 WIB, his
jarang, mengeluarkan lendir agak kecoklatan, air ketuban sudah tidak ada.
4. Masalah-masalah khusus
Tidak mengalami kelainan yaitu air
ketuban pecah sebelum waktunya, yang akan beresiko terhadap infeksi.
5. Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat haid
Menarche : 13 tahun
Siklus
: 28 hari
Lamanya : 5-7 hari
Keluhan : tidak
ada
Jumlah
: 2-3 kali ganti pembalut
HPHT
: 14-12-2010
TP
:
21-9-2011
6. Pemeriksaan kehamilan
a. Trimester I
ANC
: 2 x di bidan
Keluhan
: tidak ada
Anjuran
: banyak istirahat
Terapi
:
berikan ibu vitamin C
b. Trimester II
ANC
: 2 x di puskesmas
Keluhan
: ibu sering mengalami
nyeri perut
Anjuran
: ANC secara teratur
Terapi
:
berikan ibu tablet Fe 1x 1 Tab/hari
c. Trimester III
ANC
: 2 x di bidan
Keluhan
: ibu sering BAK
Anjuran
: ANC secara teratur
Terapi
:
berikan ibu tablet Fe 1x 1 Tab/hari
7. Riwayat Hamil, Bersalin Dan Nifas
Yang Lalu
Hamil
ke-
|
Tahun
lahir
|
Lama
dan jenis persalinan
|
Penyulit
komplikasi
|
Penolong
dan tempat
|
BB/PB
|
Keadaan
anak
|
I
|
2003
|
12
jam spontan pervaginam
|
Tidak
ada
|
Bidan
BPS
|
3000
gr/ 52 cm
|
Sehat
|
II
Hamil
sekarang
|
2007
2011
|
12
jam spontan pervaginam
|
Tidak
ada
|
Bidan
BPS
|
2800
gr/ 50 cm
|
sehat
|
8. Riwayat immunisasi
a. TT I
: usia kehamilan 4 bulan di bidan A
b. TT II :
usia kehamilan 5 bulan di bidan A
9. Pergerakan janin dalam 24 jam
terakhir
ibu merasa gerakan janin sangat kuat
10. Pola
kebiasaan sehari-sehari
a.
Nutrisi
1. Sebelum hamil : ibu makan 3x sehari
dengan porsi 1 piring nasi, 1 potong lauk, 1 mangkuk sayur, serta minum 7-8
gelas / hari.
2. Sesudah hamil : ibu mengatakan
pada awal kehamilan, ibu kurang nafsu makan, karena sering merasa mual pada
pagi hari
b. Eliminasi
1.
Sebelum
hamil : BAB : 1-2 X sehari
BAK :
2-6 X sehari
2.
Sesudah hamil
: BAB : 1X sehari
BAK : 8-9 X
sehari
c.
Istirahat dan tidur
1.
Sebelum
hamil : ibu tidur malam 7-8 jam
/hari, tidur siang 2 jam
2.
Sesudah hamil
: ibu mengatakan kurang bisa tidur, karena pegal pada
pinggang, nyeri menjalar ke perut
bagian bawah, dan sering BAK
11. Psikologis
Ibu tampak gelisah dan cemas
mengahadapi persalinan
- DATA OBYEKTIF
1. Keadaan umum :
baik
Kesadaran : compasmentis
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD
: 110/70
mmHg
Suhu
: 36o C
Nadi
: 82 X/menit
RR
: 22 X/menit
3. Berat badan ibu
Sebelum hamil : 48 kg
Setelah hamil : 59 kg
Kenaikan
: 11 kg
Tinggi badan ibu :157 cm
4. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
a.
Rambut
: warna hitam, bersih, tidak rontok
b. Mata
:
kanan kiri simetris, ikterik, fungsi penglihatan baik, konjungtiva agak
pucat
c.
Muka
: bentuk simetris, tidak pucat, tidak ada cloasma gravidarum.
d. Hidung
: bentuk simetris, keadaan bersih, tidak ada pembesaran polip, fungsi
penciuman norma, simetris, tidak ada polip
e. Mulut dan gigi :
bentuk simetris, tidak ada caries maupun samotis, keadaan mulut bersih, fungsi pengecapan baik, kebersihan
cukup, tidak ada caries
f.
Telinga
: bentuk simetris, keadaan
bersih, fungsi pendengaran baik
g. Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembersaran vena
jugularis
h. Dada
: bentuk dada simetris kanan
kiri, pergerakan nafas teratur,
i. Payudara
: membesar simetris kanan kiri,
putting susu menonjol, hyperpigmentasi, tidak ada bekas luka operasi
j.
Perut
:
bentuk simetris, pembesaran sesuai dengan usia kehamilan, letak memanjang,
tidak ada bekas luka operasi
k. Punggung
: keadaan lordisis, Michaelis simetris
l.
Genetalia
: tidak ada haemaroid
m. Ekstremitas
:
a. atas
: bentuk simetris, tidak ada cacat, tidak ada oedema.
b.
bawah
: bentuk simetris, keadaan bersih, tidak ada oedema.
5. Palapasi
TFU : 29 cm
a. Leopaold I
: Teraba bulat,lunak, tidak melenting
b. Leopaold II
: Bagian kiri teraba bulat, lebar dan keras yang brarti punggung
dan kanan teraba bagian-bagian kecil anak
c.
Leopaold III : Bagian bawah
teraba bulat, keras, dan melenting yang berarti kepala
d. Leopaold VI : bagian
bawah janin sudah masuk PAP / konvergen. Konvergen 4/5
6. Auskultasi
DJJ
terdengar jelas di bawah pusat sebelah kiri dengan frekwensi 134x/menit
teratur.
7. Perkusi
Reflek platena (+) ada
8. Pemeriksaan dalam jam 22.00 WIB
a. Vulva / vagina :
Slym ada
b. Dinding vagina : teraba
rugae, tidak ada benjolan
c. Promantorium :
tidak teraba
d. Partio
: tipis, pembukaan 3 cm
e. Ketuban
:
tidak ada/negatif
f. Presentasi
: kepala
g. Penurunan
: hodge I, 4/5
h. HIS
: ada
2x
setiap 10 menit
i. Lama
: 20 detik
Kekuatan < 20-40 detik
II.
ANALISA
1. Diagnosa : multipara
Ibu G3P2A0
hamil 36 minggu, janin hidup, tunggal, intrautrei, letak memanjang,
presentasi kepala posisi puki, inpartu kala I (fase laten) dengan KPD. Sejak pukul
13.00 ketuban (-). Terdapat pengeluaran lendir bercampur darah.
2. Masalah
Cemas menghadapi persalinan.
a.
Dasar:
Ibu mengatakan cemas karena ketuban
sudah pecah, tetapi bayi belum juga lahir.
b. HIS
Ada, 2x setiap 10 menit
c.
Lama
20 detik kekuatan 20-40 detik
3. Ketuban
a. Dukungan psikologis
b. Penyuluhan cara mengurangi rasa
nyeri dan relaksasi
c. Penyuluhan cara mengedan/meneran
efektif
d. Menganjurkan ibu untuk minum
4. Rencana manajemen
a. Jelaskan pada ibu tentang kondisi
saat ini.
Keadaan ibu baik, ibu tampak gelisah
dan cemas menghadapi persalinan
b. Observasi kala I dengan partograf.
Kala I persalinan dimulai sejak
terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10cm). kala I persalinan
terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung
hingga serviks membuka kurang dari 4 cm, fase aktif dari pembukaan 4 cm hingga
lengkap atau 10 cm.
c. Anjurkan ibu untuk miring
Anjurkan ibu untuk mencoba
posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan
suami dan pendamping lainnya untuk membantu ibu untuk berganti posisi, ibu boleh
berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring, atau merangkak. Posisi
tegak seperti berjalan, berdiri, atau jongkok dapat membantu turunnya kepala
bayi dan sering kali memperpendek waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering
berganti posisi selama persalinan.
d. Siapkan ruang bersalin, alat,
kebutuhan fisik, dan psikologis ibu serta kesiapan bidan/penolong.
1. Pastikan kelengkapan jenis dan
jumlah bahan-bahan yang di perlukan dalam keadaan siap pakai pada setiap
persalinan dan kelahiran bayi. Siapkan ruang persalinan yang hangat dan bersih,
memiliki sirkulasi udara yang baik dan terlindung dari tiupan angin.
2. Periksa semua peralatan sebelum dan
setelah memberikan asuhan. Segera ganti peralatan yang hilang atau rusak.
3. Anjurkan ibu untuk mendapatkan
asupan (makanan ringan dan minum air) selama persalinan dan proses kelahiran
bayi.
4. Riwayat psikologis : ibu mengatakan
saat ini bahagia dengan kelahiran bayinya, karena sudah lama menantikannya dan
jenis kelamin bayi sesuai dengan keinginannya.
e.
Anjurkan teknik relaksasi
Anjurkan
ibu untuk duduk santai, menarik nafas, berendam, mendengarkan musik.
f.
Ajarkan ibu cara mengedan yang baik
1. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti
dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2. Beritahukan untuk tidak menahan
nafas saat meneran
3. Minta untuk berhenti meneran dan
beristirahat diantara kontraksi
4. Jika ibu berbaring miring atau
setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut ditarik kearah
dada dan dagu ditempelkan ke dada.
5. Minta ibu untuk tidak mengangkat
bokong saat meneran
6. Tidak diperbolehkan untuk mendorong
fundus untuk membantu kelahiran bayi.
g. Beri ibu dukungan psikologis
Bahwa ibu melewati persalinan ini
dengan lancar. Berikan ibu support, dan dampingi ibu dalam persalinan
h. Siapkan oksigen
Persiapkan
oksigen untuk mencegah terjadinya asfeksia pada bayi baru lahir.
i.
Pemberian cairan infus RL dengan 20
tetes / menit
Pasang
infuse menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau
NS. Infuskan1 liter dalam 15 sampai 20 menit. Jika mungkin infuskan 2 liter
dalam waktu 1 jam pertama, kemudian turunkan ke 125 cc/ jam.
j.
Pemberian obat ampicilin 1 mg atau
menurut advis dokter
Berikan ampisilin 2 gr atau
amoksilin 2 gr per oral.
III.
KALA II pukul 02.15 WIB
S : ibu mengatakan seperti ingin BAB dan keluar lendir
bercampur darah dari kemaluannya
O :
1. Keadaan umum
: baik
Kesadaran
:
composmentis
2. Tanda-tanda vital :
a.
TD
: 110/70 mmHg
b. Nadi
: 88 x/menit
c.
RR
: 22 x/menit
d. Suhu
: 36,50C
3. DJJ
: 146x / menit
4. His
: ada, 4x10 menit
Lamanya 40 detik
5. Anus dan vulva membuka, perimium
menonjol
6. Hasil pemeriksaan dalam
Porsio
tidak teraba, pembukaan 10 cm, presentasi kepala perineum kepala hodge IV pukul
02.30 WIB
A :
1.
Diagnosa
G3P2A0
hamil aterm. Dari vagina keluar lendir berwarna kecoklatan bercampur darah dan
air, janin tunggal, hidup, intrauterine, inpartu kala II.
2.
Masalah
Ibu cemas
menghadapi persalinan, karena ketiban pecah dini sebelum proses persalinan
berlangsung
P
:
1. Jelaskan
pada ibu bahwa ia memasuki kala II atau kala pengeluaran. Pada kala II, persalinan di mulai ketika pembukaan serviks
sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut
sebagai kala pengeluaran bayi
2. Pantau persalinan kala II
Kondisi ibu, bayi dan kemajuan
persalinan harus selalu di pantau secara berkala dan ketat selama
berlangsungnya kala II persalinan.
Pantau,
periksa dan catat:
a.
Nadi ibu setiap 30 menit
b. Ferkuensi dan lama kontraksi setiap
30 menit
c.
DJJ setiap selesai meneran atau
setiap 5-10 menit
d. Penurunan kepala bayi setiap 30
menit melalui pemeriksaan abdomen (periksa luar)
e.
Warna cairan ketiban jika selaputnya
sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau darah)
f.
Apakah ada presentasi majemuk atau
tali pusat di samping atau terkemuka
g. Putaran paksi luar segera setelah
kepala bayi lahir
h. Kehamilan kembar yang tidak
diketahui sebelumnya bayi pertama lahir
i.
Catatan semua pemeriksaan dan
intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan
3. Atur posisi ibu senyaman mungkin
Bantu ibu untuk memperoleh posisi
yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala
II, karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran
yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utera-plasenta tetap baik
4. Penuhi kebutuhan cairan dan nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapat
asupan (makanan ringan dan minum air) selama persalinan dan proses
kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan
tetapi setelah setelah memasuki fase aktif, mereka hanya ingin mengkonsumsi
cairan saja. Anjurkan agar anggota keluarga sesering mungkin menawarkan minum
dan makanan ringan selama proses persalinan.
5. Anjurkan ibu untuk meneran setiap
ada his
Jika ibu tetap ada dorongan untuk
meneran setelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan untuk memulai meneran di
setiap puncak kontraksi, anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur,
tawarkan untuk minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi
putting susu untuk memperkuat kontraksi.
6. Observasi tanda-tanda vital
a.
Nadi ibu setiap 30 menit
b. Frekuensi dan kontraksi setiap 30
menit
c.
DJJ setelah selesai meneran atau
setiap 5-10 menit
d. Penurunan kepala bayi setiap 30
menit melalui pemeriksaan abdomen (pemeriksaan luar) dan periksa setiap 60
menit atau juga ada indikasi, hal ini dilakukan lebih cepat.
7. Lakukan pertolongan asuhan
persalinan normal dengan teknik septic dan aseptic.
Teknik
aseptic membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan
penolong persalinan. Teknik antiseptic :penggunaan perlengkapan pelindung
pribadi, antisepsi, menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi.
8. Berikan dukungan pada ibu baik
mental maupun spiritual, serta anjurkan suami untuk mendampingi Ibu.
Anjurkai
ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran
bayinya, dukungan dari suami orang tua dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan
dalam menjalani proses persalinan.
9. Menolong melahirkan kepala, bahu,
badan.
a.
Bayi lahir spontan pukul 04.30 WIB
dengan keluarnya lendir bercampur darah
b. Jenis kelamin perempuan, BB 3000gr,
PB 52 cm
Tanda-tanda
asfiksia :
1) Tidak bernafas atau bernafas
mengap-mengep
2) Warna kulit kebiruan
3) Kejang
4) Penurunan kesadaran
c.
Apgar score : 8/9
IV. KALA III pukul 02.30
S :
a. Ibu merasa bahagia, karena bayi sudah lahir
dengan selamat
b. Ibu mengatakan perut masih mulas
O:
1. Keadaan umum : baik
Kesadaran
: coposmentis
2. Periksa
a.
TD
:
110/70 mmHg
b. Nadi
:
84 x/menit
c.
RR
:
22 x/menit
d. Suhu
: 36,50C
3. TFU 1 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
A: a. Diagnosa
P2A0 lakukan kala III
b. Masalah
Mulas pada perut bagian bawah dan
pedih pada jalan lahir
c. Ketuban
Manajemen aktif kala III
1. Pemberian suntikan Oksitosin dalam 1
menit pertama setelah bayi lahir
a) Serahkan bayi yang telah di bungkus
kain pada ibu untuk di beri ASI
b) Letakkan kain bersih diatas perut
ibu (handuk bersih)
c) Periksa uterus untuk memastikan
tidak ada bayi yang lain
d) Beritahu ibu bahwa ibu akan di suntik Oksitosin
e) Segera (dalam 1 menit pertama
setelah bayi lahir) suntikan Oksitsin 10 unit 1 M pada1/3 bagian atas paha
bagian luar (aspektus latelaris)
2. Penegangan tali pusat terkendali
a) Berdiri Disamping ibu
b) Pindahkan klem pada tali pusat
sekitar 5-20 cm dari vulva
c) Letakkan tangan yang lain pada
abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis publis. Gunakan tangan ini
untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan
pada tali pusat. Setelah terjadi kontrasi yang kuat, tegangkan tali pusat
dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan uterus kearah lumbal dan kepal
ibu (Droso-Kranil). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya infersio
uteri.
d) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali, untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
e) Saat mulai berkontraksi, tegangkan
tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan Dorso-Kranil hingga tali pusat makin
menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas
dan dapat dilahirkan.
3. Masase fundus
P :
1. Lakukan pengawasan kala III
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Hal ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena pelekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlibat, menebal dan kemudian lepas
dari dinding uterus.
2. Lakukan vulva hygiene
Vulva hygiene ibu dari labia mayora
dari atas kebawah 1x usap. Apabila belum bersih ulangi lagi. Bersihkan labia
minora dari atas ke bawah 1x usap. Dan bersihkan dari vestibulum ke anus 1x
usap.
3. Lakukan manajemen aktif kala III
a.
Pemberian suntikan oksitosin dalam 1
menit pertama setelah bayi lahir
b. Penegangan tali pusat terkendali
c.
Masase fundus uteri, 15 detik
pertama setelah bayi lahir
Plasenta
lahir pukul 02.45 dengan selaput ketuban dan katiledon lengkap
4.
Awasi perdarahan dan tanda-tanda
vital dan kontrasi uterus
a.
Pantau nadi ibu setiap 30 detik
b. Pantau DJJ setelah selesai meneran
atau setelah setiap 5-10 menit
c.
Pantau frekuensi dan lama kontraksi
setiap 30 menit
5. Periksa robekan jalan lahir dan
perdarahan
Periksa apakah ada robekan jalan
lahir dan perdarahan atau tidak
V.
KALA V pukul 02.45 WIB
S :
a. Ibu bahagia karena bayinya lahir dengan
selamat.
b. Ibu merasa lega, karena plasenta
sudah lahir
c. Ibu mengatakan perut masih mulas dan
pedih pada jalan lahir
O:
1. Keadaan umum : baik
Kesadaran : coposmentis
2. Periksa
a.
TD
:
110/70 mmHg
b. Nadi
:
88 x/menit
c.
RR
:
24 x/menit
d. Suhu
: 36,50C
3. TFU 1 jari bawah pusat, kontraksi
uterus baik
4. Pengeluaran pervaginam, Lochea Alba,
dan ASI sudah keluar.
5. Eliminasi
BAB : 1x sehari
BAK : 3-4x sehari
A: a.
Diagnosa
P2A0 portum kala
IV
b. Masalah
Gangguan rasa nyaman sehubungan
dengan nyeri pada perut baginan bawah.
c. Kebutuhan
Personal hygiene ibu dan pemenuhan
nutrisi dan cairan
P :
1. Observasi keadaan umum
2. Bersihkan ibu tempat dan alat
3. Periksa kontraksi pada fundus,
perdarahan dan tanda-tanda vital 15 menit pada 12 menit pertama setelah persalinan, setiap
30 menit pada jam ke-2 setelah persalinan.
4. ASI sudah keluarlancar
5. Lochealba
6. Observasi pengeluaran darah
pervaginam
7. pastikan kandung kemih kosong agar
tidak menghalangi uterus berkontraksi
8. periksa keadaan ibu
9. Periksa kondisi bayi baru lahir
10. jika keadaan umum ibu baik, langsung
pindahkan ke ruang perawatan untuk dirawat gabung.
PENGAWASAN KALA I
Wkt
|
Pembukaan
sefiks
|
Keadaan
Ibu
|
Kondisi
Janin
|
||||||||
TD
|
Pols
|
RR
|
Tem
|
terapi
|
Urine
|
Kontraksi
uterus/his
|
DJJ
|
Penurunan
Kepala
|
Ketuban/
penyusupan
|
||
22.00
|
3
cm
|
110/70
|
82
|
22
|
360C
|
-
|
His:
2x setiap 10 menit
Lama 20 detik
|
134x/
menit (+)
|
4/5
|
(-)
/ 0
|
|
22.30
|
110/70
|
82
|
22
|
360C
|
-
|
His:
2x setiap 10 menit
Lama
20 detik
|
135x/
menit (+)
|
-
|
-
|
||
23.00
|
120/70
|
80
|
20
|
360C
|
-
|
His:
2x setiap 10 menit
Lama
20 detik
|
134x/
menit (+)
|
-
|
-
|
||
23.30
|
110/70
|
88
|
24
|
360C
|
-
|
150
cc
|
His:
3x setiap 10 menit
Lama
30 detik
|
134x/
menit (+)
|
-
|
-
|
|
24.00
|
110/70
|
90
|
25
|
36,30C
|
-
|
His:
3x setiap 10 menit
Lama
45 detik
|
135x/
menit (+)
|
-
|
-
|
||
00.30
|
110/70
|
90
|
25
|
36,50C
|
-
|
His:
3x setiap 10 menit
Lama
45 detik
|
135x/
menit (+)
|
-
|
-
|
||
01.00
|
120/70
|
92
|
27
|
36,80C
|
-
|
His:
3x setiap 10 menit
Lama
45 detik
|
135x/
menit (+)
|
-
|
-
|
||
01.30
|
120/70
|
92
|
27
|
36,80C
|
-
|
800
cc
|
His:
4x setiap 10 menit
Lama
45 detik
|
134x/
menit (+)
|
-
|
-
|
|
02.00
|
6
cm
|
110/70
|
90
|
25
|
36,80C
|
-
|
His:
4x setiap 10 menit
Lama
45 detik
|
134x/
menit (+)
|
4/5
|
(-)
/ 0
|
DAFTAR PUSTAKA
Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal.
JNPK. 2002. Jakarta
Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2003. Jakarta: YBP-SP.
Gede, Ida Bagus. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan KB. Manuaba DSOD. EGD
Manuaba,Ida Bagus Gde.1999.Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita,Jakarta:Arcan
Mochtar,Rustam.1998.Sinopsis
Obstetri,Jakarta:EGC